Kamis, 27 Juli 2017

Awal Mula Gamelan Mendunia

Tags

Sampul Buku HISTORY OF JAVA
Pulau Jawa telah menjadi pusat kebudayaan dan kekuasaan politik sejak dahulu kala. Banyak orang-orang asing yang sebagian besar merupakan para pedagang dari India dan Asia Barat menghadirkan diri di Jawa. Kebudayaan asing itu kemudian berinteraksi dengan kebudayaan Jawa dan membentuk campuran karakteristik-karakteristik gaya hidup tradisional Jawa. Pada abad ke-16, bangsa Eropa, terutama Belanda, mendominasi aktivitas perdagangan di kepulauan ini bahkan berubah menjadi dominasi politik pada abad ke-18 yang dilanjutkan Inggris pada awal abad ke-19. Kolonialisme yang ada di Indonesia menjadikan Jawa sebagai pusat pemerintahan, kekuasaan politik, dan pusat kebudayaan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal inilah banyak intelektual Eropa dan pejabat menaruh perhatian terhadap pulau Jawa, khususnya kerajaan Mataram di Jawa Tengah.


Sejak awal abad ke-19 bangsa-bangsa Eropa mulai melakukan penelitian tentang sejarah Jawa yang diawali oleh Gubernur Kolonial Inggris, Thomas Stamford Raffles yang menghasilkan buku hasil penelitiannya yang berjudul The History of Java (1817). Buku ini berisi tentang sejarah Jawa yang cukup lengkap melaporkan tentang musik dan teater di pulau Jawa. Kekagumannya terhadap kebudayaan Jawa mendorongnya membawa dua set gamelan ke Inggris tahun 1816. Inilah awal mula gamelan mulai mendunia dengan diperkenalkannya gamelan kepada bangsa Barat.
Adalah Raden Rana Dipura yang asli dari Jawa diminta Raffles untuk mendemonstrasikan gamelan di tanah Eropa dimana menurut Raffles bahwa gamelan Jawa memiliki suatu persamaan yang kuat dengan musik tertua Skotlandia. (Rafles 1982 [1817] : 470).

DATA TAMBAHAN : Thomas Stanford Rafles dalam bagian awal bukunya The History of Java menyebutkan berdasarkan pendapat Plato bangsa Atlantis disebut sebagai bangsa Ionian atau orang-orang Iod. menurut Rafles, dalam bahasa INGGRIS lama Iod berarti Jawawut, salah satu nama sanskrit yang dianggap sebagai asal mula kata Jawa.

Dalam penyelidikan sepintas Rafles ia juga menegaskan bangsa Jawa adalah bangsa Atlantis. Bisa dilihat di oneearthmedia

Secara singkat Raffles melakukan pembagian-pembagian pada gamelan dan musik vokal Jawa dalam bukunya yang memberikan informasi berguna tentang keberadaan dan laku music Jawa pada awal abad ke-19 di pulau Jawa.


Gamelan Mendunia

Gamelan yang dibawa Raffles ke Eropa menjadi obyek di Museum pada pertengahan abad ke-19. Gamelan tersebut tersimpan di MUSEUM OF MANKIND dan CLAYDON HOUSE di London yang terawat baik serta tak ternilai harganya sampai saat ini. Penelitian tentang kebudayaan Jawa yang dilakukan selanjutnya oleh bangsa Eropa mencapai puncaknya dengan munculnya sejumlah buku seperti, Javaanze Zamenspraken (1848) oleh C.F. Winter, Javaansch Nederlandsch Handwoordenbogk (1901) oleh Gerick dan Rooda. Awal mula munculnya gaya baru Eropa dalam penelitian Gamelan ditandai dengan terbitnya SEKAR KAWI (tahun 1950-an), sebuah buku yang berisi mengenai cara penulisan 49 sekar ageng dalam notasi Barat.

Para peneliti Eropa tersebut memiliki hubungan yang dekat dengan penyair dan tokoh seniman kraton Jawa seperti R. Ng. Yasadipura, K.P.H. Kusumadilaga, R.M.H. Tondhakusuma dan R. Ng. Ronggowarsito. Saat itu teknologi cetak sudah masuk di Jawa sehingga memacu para penyair atau seniman kraton untuk menulis. Kusumadilaga menulis SERAT SASTRAMIRUDA (1879), Tondhakusuma menulis SERAT GULANG YARYA (1870) (Kegembiraan Belajar), Ronggowarsito menulis SERAT MARDAWA (Buku Aturan Menyanyi) dan Djakoeb dan Wignyaroemeksa (1913) menulis LAYANG ANYUMURAKE PRATIKELE BAB SINAU SARTA PANGGAWANE GAMELAN (Buku Pengetahuan Memainkan dan Membuat Gamelan). Di akhir abad ke-19 ada seorang dokter berkebangsaan Belanda dalam kraton Yogyakarta, J. Groneman (1890), menulis tentang studi musikologi gamelan yang hamper sempurna untuk pertama kalinya. Beberapa “sarjana belakang meja” di Eropa banyak yang memfokuskan perhatian pada gamelan. Ellis dan Hornbostel yang tak pernah datang ke Jawa menulis sepintas tentang system bunyi dalam gamelan.


Pada tahun 1884, pemerintah kolonial Belanda memindahkan sebuah desa di Jawa Barat beserta masyarakatnya ke PARIS EXPOSITION. Pertunjukan gamelan dan tari Sunda dilangsungkan tiap malam selama pameran. Disinilah composer kenamaan Prancis, Claude Debussy terpukau dengan bunyi gamelan. Meski Debussy tak pernah menyatakan bahwa karya komposisinya dipengaruhi gamelan, tapi sejumlah musikolog meyakinkan bahwa beberapa karya orchestra Debussy mengandung elemen gamelan. Secara intelektual, Paris Exposition merupakan suatu pertunjukan antropologi yang diarahkan untuk mempertunjukkan evolusi peradaban dan perenungan2 manusia.


Pada Pameran Dunia berikutnya yaitu COLUMBIAN EXHIBITION di Chicago (USA) atau disebut juga the CHICAGO FAIR pada tahun 1893, sebuah desa dan masyarakat dari Jawa Barat kembali dibawa. Pertunjukan gamelan dan tari Sunda merupakan acara penting disitu. Desa Jawa dibangun di sepanjang MIDWAY PLAISENCE dimana diharapkan dapat mewakili kehidupan masyarakat di desa aslinya. Pertunjukan gamelan, tari dan teater Sunda dalam desa itu dibuat berdasarkan standar pertunjukan Eropa, yaitu panggung PROSCENIUM Eropa. Menurut Dr. Sumarsam, lewat THE CHICAGO FAIR inilah gamelan Jawa pertama kalinya diperkenalkan di Amerika Serikat. Surat kabar Popular Monthly melaporkan :

“Orang Jawa dapat mengambil posisi terdekat di hati orang Amerika dibandingkan semua ras semi berbudaya. Laki-laki Jawa digambarkan sebagai seorang pekerja industry, sedangkan perempuannya disebut sebagai sosok yang tak kenal lelah dalam melaksanakan tugas-tugas rumah tangganya. Digambarkan sebagai sosok tangkas dan ceria, sabar dan tak berbahaya, tapi terutama kekanak-kanakan, orang Jawa tampaknya bisa diakomodasikan dalam kerajaan komersial Amerika sepanjang mereka memebekas dalam relung perkembangan Amerika.” 

Seorang antropolog bernama Benyamin Gillman ditunjuk untuk meneliti musik gamelan dalam pameran ini. HARVARD PEABODY MUSEUM mensponsori Benyamin Gillman untuk merekam musik dengan teknologi audio piringan hitam. Saat ini 34 rekaman piringan hitam pertunjukan gamelan di pameran itu disimpan dalam THE LIBRARY of CONGRESS.


(Sumber : Dr. Sumarsam, "Gamelan dan Barat: Interaksi Musik dan Budaya" dalam Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia Th. IX-1998/1999)


EmoticonEmoticon