![]() |
Seperangkat Gamelan Jawa |
Sejak akhir abad ke-19, sejumlah gamelan dibawa pemerintah kolonial Belanda ke Eropa sebagai bagian dari warisan benda-benda kebudayaan kolonial. Salah satu dari gamelan tersebut disimpan di Tropical Museum di Amsterdam. Pada tahun 1946, asisten Jaap Kunst, Bernard Ijzerdraat, yang sejak umur 15 tahun telah terpesona pada gamelan, bersama dengan teman-temannya mendirikan kelompok pertunjukan gamelan “kulit putih” pertama di Eropa dengan nama Babar Layar (Mensink 1983: 20). Babar Layar memainkan gamelan secara berkala di museum dan melakukan tur keliling Eropa. Jaap Kunst yang tampaknya tidak pernah memainkan gamelan ketika berada di Jawa, memainkan gamelan bersama kelompok ini (Heins: 1976).
Kelompok ini pecah sebelum keberangkatan Ijzerdraat ke Indonesia pada tahun 1950. Ijzerdraat kemudian menjadi sarjana yang berpengaruh dalam musik Indonesia dan menjadi warga Negara Indonesia dengan mengganti namanya menjadi Surya Brata. Kegiatan gamelan di Belanda dilanjutkan di bawah pimpinan Ernst Heins pada tahun 1960.
Demikianlah, tahun ini merupakan awal berdirinya kelompok gamelan “kulit putih” pertama. Pada tahun 1940-an-1950-an, gerakan gamelan di Amerika Selatan tidak meninggalkan jejaknya. Ada kelompok-kelompok gamelan dari Jawa dan Bali yang pantas disebutkan disini. Di akhir tahun 1940-an, Dewi Dja, penari Jawa-Bali dari kelompok Dardanella, melakukan pentas keliling Amerika Serikat.
Pada tahun 1952, kelompok musik dan tari dari Peliatan, Bali, melanglang ke Amerika Serikat dengan mengawali pertunjukan pendahuluan singkat di Eropa. Tur kelompok ini dipimpin seorang manajer berkebangsaan Inggris, John Cost bersama istrinya, Luce, yang berasal dari Jawa. Mereka mendapatkan ijin dan kerja sama dari pemerintah Indonesia yang baru saja terbentuk.
Dalam tur selama 4 bulan ini, kelompok Peliatan tampil di berbagai kota di seluruh Amerika Serikat: New York, Boston, Philadelphia, Newark, Cleveland, Cincinnati, Chicago, Las Vegas, Los Angeles, San Fransisco, New Orleans, Orlando, dan Miami. Keterlibatan McPhee dalam pertunjukan Peliatan ketika kelompok ini tampil di New York patut disinggung. McPhee menulis pandangannya tentang kelompok ini untuk New York Times. Bagian yang paling menarik baginya adalah pertemuannya dengan para nara sumber dan teman-teman Balinya, khususnya I Made Lebah, Anak Agung Gede Mandera dan Sampih (penari utama dalam kelompok ini; McPhee mengenalnya di Bali ketika dia masih sangat muda dan mendorongnya untuk mempelajari tari).
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, nama Jaap kunst telah dikenal dalam lingkungan etnomusikologi di Eropa maupun Amerika Selatan. Seorang mahasiswa UCLA, Mantle Hood, baru saja menyelesaikan studi pasca sarjananya (MA) tahun 1952 ketika mendengar tentang Jaap Kunst. Kekagumannya terhadap Kunst telah mendorongnya untuk menyelesaikan studi doktoralnya di University of Amsterdam. Di bawah bimbingan langsung Jaap kunst, dia meraih gelar PhD cum laude dengan disertasi tentang praktis “modus” (pathet) dalam music Jawa dengan judul The Nuclear Theme as a Determinant of Pathet in Javanese Music, disertasi yang kemudian diterbitkan sebagai buku pada tahun 1954.
Sekembalinya ke UCLA, Mantle Hood mengajar etnomusikologi. Tahun 1956 dengan dibiayai Ford Foundation, Mantle Hood pergi ke Jawa untuk meneliti lebih jauh tentang gamelan. Di Jawa, Hood mempelajari cara bermain gamelan dengan musisi-musisi besar dari Solo dan Yogyakarta termasuk R.L. Pontjopangrawit, R.L. Mlojoreksoko dan R.T.T. Tjokrowasito (kemudian berganti nama menjadi R.T. Wasitopura).
Ketika pulang ke UCLA, dia membawa satu set lengkap gamelan Jawa dan gamelan Kebyar Bali. Dalam konteks etnomusikologi di UCLA, dia melembagakan suatu yang kemudian disebut “kelompok studi pertunjukan” yaitu kelas dalam musik non-Barat yang merupakan campuran antara mempelajari cara bermain, diskusi dan mempertunjukkan musik.
(Sumber : Dr. Sumarsam, "Gamelan dan Barat: Interaksi Musik dan Budaya" dalam Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia Th. IX-1998/1999)
EmoticonEmoticon