Kamis, 10 Agustus 2017

Sujud Kendang : Sang Pengamen Legendaris Jogja

Tags

Sujud Kendang 2002
Bagi warga asli kota Jogja (Yogyakarta) atau bagi anda yang pernah tinggal lama di kota ini terutama sekitar tahun 80-an dan 90-an tentu tidak asing dengan sosok pengamen satu ini. Ya, Sujud Kendang begitu dia dikenal dari anak kecil sampai orang dewasa mengenal dia sebagai pengamen dengan gayanya yang khas. Disebut Sujud Kendang karena dalam penampilannya selalu membawa alat musik kendang dan dengan suaranya yang serak menyanyikan "lagu-lagu jenaka".

Nama lengkapnya Sujud Sutrisno, lahir pada tanggal 20 September 1953 di Tegal Kepatihan Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Sujud adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Kedua orang tua Sujud adalah seniman tradisional cokekan. Ayah Sujud bernama Wiro Sumarto dan ibunya bernama Ruminten. Ketika masih berumur beberapa tahun setelah lahir, keluarga Wiro Sumarto pindah ke Yogyakarta. Tepatnya di daerah Patuk, Kemetiran, Yogyakarta kemudian pindah lagi di daerah Badran, Yogyakarta.

Pendidikan formal yang pernah dilaluinya sampai dengan lulus adalah di tingkat Sekolah Dasar. Ketika melanjutkan ke jenjang selanjutnya di Sekolah Menengah Pertama, terpaksa Sujud tidak dapat menyelesaikannya. Faktor klise yang selalu saja menjadi penyebabnya adalah biaya.

Pada tahun 1970, Sujud menikah dengan Suwakidah, seorang wanita yang menjadi pendamping hidupnya. Suwakidah sendiri adalah seorang janda yang telah memiliki dua orang anak sebelum menikah dengan Sujud Sutrisno. Sebenarnya nama asli atau nama kecil pemberian orang tuanya adalah Sujud, tetapi setelah berumah tangga Sujud menambahnya dengan Sutrisno sebagai nama belakangnya sehingga menjadi Sujud Sutrisno hingga saat ini. Sutrisno dalam bahasa Jawa berarti kasih sayang yang baik.

Setelah menikah, Sujud beserta istrinya tinggal di sebuah rumah petak yang merupakan rumah kontrakan di kampung Notoyudan, Kelurahan Pringgokusuman, Kecamatan Gedong Tengah, Kota Yogyakarta. Sujud memilih profesi sebagai seorang pemusik sebagai pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia telah mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menjadi pemusik kendang. Dari hasil pekerjaannya sebagai seorang pemusik jalanan, Sujud mencoba menjalani hidup sebagaimana masyarakat lainnya pada umumnya : mengikuti kegiatan kampong dimana Sujud tinggal, iuran kampung sebagaimana telah menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat didaerah tesebut. Intinya, Sujud mencoba menjalani hidup bermasyarakat seperti warga lainnya.

Pada saat ini sujud sutrisno atau yang lebih akrab dipanggil sujud kendang tinggal sendirian. Pada tahun 2001 istri tercintanya meninggal dunia. Dari hasil perkawinannya itu sujud belum dikaruniai anak kecuali anak bawaan dari istrinya sebelum menikah dengan sujud. Walau begitu, sujud tetap merasa beruntung dengan adanya anak bawaan dari istrinya tersebut. Menurutnya jika sudah tua nanti tetap ada yang merawatnya.

Sebagai seorang seniman, Sujud sudah sangat dikenal dikalangan seniman Yogyakarta. Keterlibatannya bersama seniman-seniman yang lain untuk pentas di acara-acara tertentu membuat namanya semakin dikenal mayarakat. Dengan warna musiknya yang khas dimana media humor yang dipakainya, seperti lirik-lirik lagu yang jenaka membuatnya disenangi oleh masyakat.

Sujud tidak hanya sekedar mengamen atau pentas di acara-acara kesenian. Ia juga sering mengisi acara-acara seperti Syawalan, Natalan, Sunatan, Pernikahan, Syukuran bahkan Ruwatan. Ini menunjudkkan bahwa peranan Sujud bisa diterima disemua kalangan. Menurut Sapto Rahardjo (alm.), segmen sujud sangat lebar dimana semua kalangan masyarat menerima musik humornya karena untuk menghibur atau membuat orang gembira tidaklah gampang.

Kreativitas Sujud dengan musik humornya banyak yang mengakui. Seniman Sapto Rahardjo menyebut Sujud termasuk salah satu seniman Jawa yang mencoba menjual karya untuk menghibur massa. Sujud bisa dikategorikan seniman populer yang selalu ingin memenuhi keinginan masyarakat. Kreasi dan improvisasinya patut dihargai dalam rangka mencoba memasarkan kesenian Jawa. Sujud adalah seniman yang menyajikan musik tradisional dalam kemasan populer.

Sebagai seorang pemusik jalanan, Sujud tidak semata-mata menghibur untuk mendapatkan uang tetapi juga untuk menjalin hubungan dengan sesama. Baginya menjaga hubungan baik dengan setiap orang adalah penting karena semua manusia itu bersaudara. Ini terbukti dengan adanya permintaan dari beberapa orang yang meminta sujud untuk rutin mengamen di rumahnya. Ada yang meminta sebulan sekali bahkan seminggu sekali untuk datang menghibur. Bahkan di hari Lebaran, Sujud terkadang memberi kartu lebaran kepada setiap rumah seusai menyanyikan lagu. Bisa dikatakan bahwa Sujud memiliki pelanggan tetap. Sebagai contoh adalah diwilayah Gedongkuning Yogyakarta, sujud memiliki 15 pelanggan.
Sujud Kendang tahun 2003

Sebagai orang Jawa, sujud berprinsip bahwa menjadi orang Jawa jangan meniggalkan asalnya tetap harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan Yang Maha Kuasa. Meski pengalaman berkeseniannya sudah sangat luas, bahkan pernah tampil diacara bertaraf internasional, Sujud tetap seperti yang dulu. Mengamen dari rumah kerumah, dari kampung ke kampung tetap dijalaninya. Hingga akhirnya untuk mengganti istilah pengamen yang berkonotasi kurang baik, Sujud menyebut dirinya sebagai petugas PPRT yaitu singkatan dari Penarik Pajak Rumah Tangga.


Sujud selalu meminta ijin terlebih dahulu sebelum menyanyikan lagu-lagu humornya di setiap rumah yang didatanginya. Sujud bersemboyan bahwa jika diberi ia berterima kasih, tetapi jika tidak diberi juga tidak mengapa. Sebab menurutnya, ia datang tidak diundang, ia datang karena keinginan sendiri, jadi jika tidak diterima juga tidak  apa-apa.....bersambung (klik disini)


EmoticonEmoticon