![]() |
Sujud Kendang 2002 |
Bagi warga asli kota Jogja (Yogyakarta) atau bagi anda yang pernah tinggal lama di kota ini terutama sekitar tahun 80-an dan 90-an tentu tidak asing dengan sosok pengamen satu ini. Ya, Sujud Kendang begitu dia dikenal dari anak kecil sampai orang dewasa mengenal dia sebagai pengamen dengan gayanya yang khas. Disebut Sujud Kendang karena dalam penampilannya selalu membawa alat musik kendang dan dengan suaranya yang serak menyanyikan "lagu-lagu jenaka".
Nama lengkapnya Sujud Sutrisno, lahir pada tanggal 20 September 1953 di Tegal Kepatihan Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Sujud adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Kedua orang tua Sujud adalah seniman tradisional cokekan. Ayah Sujud bernama Wiro Sumarto dan ibunya bernama Ruminten. Ketika masih berumur beberapa tahun setelah lahir, keluarga Wiro Sumarto pindah ke Yogyakarta. Tepatnya di daerah Patuk, Kemetiran, Yogyakarta kemudian pindah lagi di daerah Badran, Yogyakarta.
Pendidikan formal yang pernah dilaluinya sampai dengan lulus adalah di tingkat Sekolah Dasar. Ketika melanjutkan ke jenjang selanjutnya di Sekolah Menengah Pertama, terpaksa Sujud tidak dapat menyelesaikannya. Faktor klise yang selalu saja menjadi penyebabnya adalah biaya.
Pada tahun 1970, Sujud menikah
dengan Suwakidah, seorang wanita yang menjadi pendamping hidupnya. Suwakidah
sendiri adalah seorang janda yang telah memiliki dua orang anak sebelum menikah
dengan Sujud Sutrisno. Sebenarnya nama asli atau nama kecil pemberian orang
tuanya adalah Sujud, tetapi setelah berumah tangga Sujud menambahnya dengan
Sutrisno sebagai nama belakangnya sehingga menjadi Sujud Sutrisno hingga saat
ini. Sutrisno dalam bahasa Jawa berarti kasih sayang yang baik.
Setelah menikah, Sujud beserta
istrinya tinggal di sebuah rumah petak yang merupakan rumah kontrakan di kampung
Notoyudan, Kelurahan Pringgokusuman, Kecamatan Gedong Tengah, Kota Yogyakarta. Sujud
memilih profesi sebagai seorang pemusik sebagai pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Ia telah mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menjadi
pemusik kendang. Dari hasil pekerjaannya sebagai seorang pemusik jalanan, Sujud
mencoba menjalani hidup sebagaimana masyarakat lainnya pada umumnya : mengikuti
kegiatan kampong dimana Sujud tinggal, iuran kampung sebagaimana telah menjadi kesepakatan bersama
warga masyarakat didaerah tesebut. Intinya, Sujud mencoba menjalani hidup
bermasyarakat seperti warga lainnya.
Pada saat ini sujud sutrisno atau
yang lebih akrab dipanggil sujud kendang tinggal sendirian. Pada tahun 2001
istri tercintanya meninggal dunia. Dari hasil perkawinannya itu sujud belum
dikaruniai anak kecuali anak bawaan dari istrinya sebelum menikah dengan sujud.
Walau begitu, sujud tetap merasa beruntung dengan adanya anak bawaan dari
istrinya tersebut. Menurutnya jika sudah tua nanti tetap ada yang merawatnya.
Sebagai seorang seniman, Sujud sudah
sangat dikenal dikalangan seniman Yogyakarta. Keterlibatannya bersama
seniman-seniman yang lain untuk pentas di acara-acara tertentu membuat namanya
semakin dikenal mayarakat. Dengan warna musiknya yang khas dimana media humor
yang dipakainya, seperti lirik-lirik lagu yang jenaka membuatnya disenangi oleh
masyakat.
Sujud tidak hanya sekedar mengamen
atau pentas di acara-acara kesenian. Ia juga sering mengisi acara-acara seperti
Syawalan, Natalan, Sunatan, Pernikahan, Syukuran bahkan Ruwatan. Ini
menunjudkkan bahwa peranan Sujud bisa diterima disemua kalangan. Menurut Sapto
Rahardjo (alm.), segmen sujud sangat lebar dimana semua kalangan masyarat
menerima musik humornya karena untuk menghibur atau membuat orang gembira
tidaklah gampang.
Kreativitas Sujud dengan musik humornya
banyak yang mengakui. Seniman Sapto Rahardjo menyebut Sujud termasuk salah satu
seniman Jawa yang mencoba menjual karya untuk menghibur massa. Sujud bisa
dikategorikan seniman populer yang selalu ingin memenuhi keinginan masyarakat.
Kreasi dan improvisasinya patut dihargai dalam rangka mencoba memasarkan kesenian
Jawa. Sujud adalah seniman yang menyajikan musik tradisional dalam kemasan
populer.
Sebagai seorang pemusik jalanan,
Sujud tidak semata-mata menghibur untuk mendapatkan uang tetapi juga untuk
menjalin hubungan dengan sesama. Baginya menjaga hubungan baik dengan setiap
orang adalah penting karena semua manusia itu bersaudara. Ini terbukti dengan
adanya permintaan dari beberapa orang yang meminta sujud untuk rutin mengamen
di rumahnya. Ada yang meminta sebulan sekali bahkan seminggu sekali untuk datang
menghibur. Bahkan di hari Lebaran, Sujud terkadang memberi kartu lebaran kepada
setiap rumah seusai menyanyikan lagu. Bisa dikatakan bahwa Sujud memiliki
pelanggan tetap. Sebagai contoh adalah diwilayah Gedongkuning Yogyakarta, sujud
memiliki 15 pelanggan.
Sebagai orang Jawa, sujud berprinsip
bahwa menjadi orang Jawa jangan meniggalkan asalnya tetap harus selalu
bersyukur atas apa yang telah diberikan Yang Maha Kuasa. Meski pengalaman
berkeseniannya sudah sangat luas, bahkan pernah tampil diacara bertaraf internasional,
Sujud tetap seperti yang dulu. Mengamen dari rumah kerumah, dari kampung ke
kampung tetap dijalaninya. Hingga akhirnya untuk mengganti istilah pengamen
yang berkonotasi kurang baik, Sujud menyebut dirinya sebagai petugas PPRT yaitu
singkatan dari Penarik Pajak Rumah Tangga.
Sujud selalu meminta ijin terlebih
dahulu sebelum menyanyikan lagu-lagu humornya di setiap rumah yang
didatanginya. Sujud bersemboyan bahwa jika diberi ia berterima kasih, tetapi
jika tidak diberi juga tidak mengapa. Sebab menurutnya, ia datang tidak
diundang, ia datang karena keinginan sendiri, jadi jika tidak diterima juga
tidak apa-apa.....bersambung (klik disini)
EmoticonEmoticon